Kaki yang goyah, tubuh yang rubuh

Dalam puluhan tahun kehidupanku, belum pernah aku menginap di rumah sakit, tidak pernah aneh-aneh penyakitku. Tidak pernah pula pingsan.

Dalam puluhan tahun kehidupanku, tidak ada hal-hal yang begitu besar sehingga fondasi mental ku tergaduh. Selain gempa yang sesekali mampir, tak ada yang bikin geger buatku.

Dalam puluhan tahun, hidupku bukannya monoton, hanya tidak unik. Hal-hal besar terjadi bersamaan dengan ribuan kalau tidak jutaan orang lainnya. Kenaikan kelas, kelulusan universitas, pencarian pekerjaan, momen-momen normal yang tidak layak masuk buku rekor.

Tapi sore itu, di ruang tunggu bandara yang tidak begitu besar, duniaku hancur. Kaki ku goyah, dan tubuhku bisa saja rubuh saat itu.

Aku kehilangan tempat pulang. Rumah yang kukenal terasa asing. Memori yang kupunya terlupa, hilang, tak berbekas. Hadirku tak lagi bermakna, seperti tukang bakso yang lewat dan tak sempat merapat.

Bagaikan terdambar petir, kusadari aku hanya tinggal sendiri. Di tengah kesibukan orang berlalu lalang di tengah ruang tunggu bandara ini.

Biarlah ku tangisi ketragisan ini. Biarlah ku rebahkan diri ini pada kenyataan yang tak terelakkan, bahwa rumah yang dulu, tak lagi mampu menampungku.

Pada sore yang tak bersalah itu ku adukan nasib. Tak apa katanya. Besok aku akan relakan semua. Tapi kini, ratapi saja sepuas hati.

Next
Next

What Am I Running For?